Minggu, 11 Oktober 2020

Sisi Negatif Terlaksananya Pemilu Ditengah Pandemi

 
"Sisi Negatif Terlaksananya Pemilu Ditengah Pandemi"

S

ecara garis besar menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, tidak diragukan lagi bahwa negara indonesia adalah sebuah negara kesatuan yang menganut sistem demokrasi dengan berpegang pada “kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Oleh karena itu segala keputusan dan kebijakan yang berlaku menggunakan sistem pengambilan suara terbanyak, termasuk juga keputusan dalam memilih seorang kepala desa, kepala camat, gubernur hingga kepala negara. Seluruh rakyat diminta untuk terlibat aktif dalam setiap pengambilan suara yang sebentar lagi akan dilaksanakan pada bulan Desember mendatang.

Meskipun kini masyarakat berada ditengah pandemi yang semakin naik, Presiden Jokowi dengan ultimatumnya menegaskan bahwa pemilu tetap harus dilaksanakan. Ada beberapa kekhawatiran terhadap pemilu yang tetap dilaksanakan ini. Banyak juga rasa heran hadir ditengah masyarakat dimana keadaan memaksa untuk sekolah diliburkan, kerja dirumahkan, namun pemilu tetap dilaksankan disaat 70 negara teritoi di dunia memutuskan untuk menunda pemilu nasional dan subnasional akibat pandemi covid-19 (sumber: https://www.idea.int/news-media/multimedia-reports/ikhtisar-global-covid-19-dampak-terhadap-pemilu-bahasa-indonesia).

Ada beberapa kekhawatiran terkait pemilu yang setidaknya melibatkan pemilihan 224 bupati, pemilihan 37 wali kota, serta pemilihan gubernur yang berjumlah 9. Diantaranyayang pertama adalah adanya kekhawatiran terhadap penularan virus yang semakin cepat dengan diadakannya pemilu. Meski sudah ditetapkan protokol kesehatan oleh pemerintah, namun hal tersbut tidak bisa menjamin terhambatnya penularan virus apabila pemilu dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang biasa-biasa saja. Yang kedua adalah adanya kekhawatiran terhadap permainan politik uang (money politic) yang semakin tinggi ditengah masyarakat yang sudah kita saksikan bersama bahwa banyak sekali masyarakat yang terkena pemutusan kerja (PHK) selama pandemi berlangsung. Dan yang terakhir, dikhawatirkan pula adanya pemanfaatan bantuan sosial yang didapatkan masyarakat setempat dibawah naungan nama partai demi menaikkan pihak suara lebih banyak. Bantuan yang pada awalnya diniatkan untuk membantu meringankan beban masyarakat menengah kebawah demi bertahan hidup selama pandemi kini berubah menjadi asupan demi memperoleh hak suara. Apalagi, data masyarakat menengah kebawah memiliki presentase sebanyak 99,5% dari 100% keseluruhan penduduk Indonesia (sumber: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/02/04/masyarakat-menuju-kelas-menengah-kelompok-terbesar-penduduk-indonesia).

0 komentar:

Posting Komentar