"Sisi Negatif Terlaksananya Pemilu Ditengah Pandemi"
S |
ecara
garis besar menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, tidak
diragukan lagi bahwa negara indonesia adalah sebuah negara kesatuan yang
menganut sistem demokrasi dengan berpegang pada “kekuasaan dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat”. Oleh karena itu segala keputusan dan kebijakan
yang berlaku menggunakan sistem pengambilan suara terbanyak, termasuk juga keputusan
dalam memilih seorang kepala desa, kepala camat, gubernur hingga kepala negara.
Seluruh rakyat diminta untuk terlibat aktif dalam setiap pengambilan suara yang
sebentar lagi akan dilaksanakan pada bulan Desember mendatang.
Meskipun
kini masyarakat berada ditengah pandemi yang semakin naik, Presiden Jokowi dengan
ultimatumnya menegaskan bahwa pemilu tetap harus dilaksanakan. Ada beberapa
kekhawatiran terhadap pemilu yang tetap dilaksanakan ini. Banyak juga rasa heran
hadir ditengah masyarakat dimana keadaan memaksa untuk sekolah diliburkan,
kerja dirumahkan, namun pemilu tetap dilaksankan disaat 70 negara teritoi di
dunia memutuskan untuk menunda pemilu nasional dan subnasional akibat pandemi
covid-19 (sumber: https://www.idea.int/news-media/multimedia-reports/ikhtisar-global-covid-19-dampak-terhadap-pemilu-bahasa-indonesia).
Ada
beberapa kekhawatiran terkait pemilu yang setidaknya melibatkan pemilihan 224 bupati,
pemilihan 37 wali kota, serta pemilihan gubernur yang berjumlah 9. Diantaranyayang
pertama adalah adanya kekhawatiran terhadap penularan virus yang semakin cepat dengan
diadakannya pemilu. Meski sudah ditetapkan protokol kesehatan oleh pemerintah, namun
hal tersbut tidak bisa menjamin terhambatnya penularan virus apabila pemilu
dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang biasa-biasa saja. Yang kedua adalah
adanya kekhawatiran terhadap permainan politik uang (money politic) yang
semakin tinggi ditengah masyarakat yang sudah kita saksikan bersama bahwa
banyak sekali masyarakat yang terkena pemutusan kerja (PHK) selama
pandemi berlangsung. Dan yang terakhir, dikhawatirkan pula adanya pemanfaatan
bantuan sosial yang didapatkan masyarakat setempat dibawah naungan nama partai
demi menaikkan pihak suara lebih banyak. Bantuan yang pada awalnya diniatkan
untuk membantu meringankan beban masyarakat menengah kebawah demi bertahan
hidup selama pandemi kini berubah menjadi asupan demi memperoleh hak suara.
Apalagi, data masyarakat menengah kebawah memiliki presentase sebanyak 99,5%
dari 100% keseluruhan penduduk Indonesia (sumber: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/02/04/masyarakat-menuju-kelas-menengah-kelompok-terbesar-penduduk-indonesia).
0 komentar:
Posting Komentar